Selasa, 18 Agustus 2015

Cerpen 4 All



Ssssssst, jangan brisik!

“Prof, ini ramuan untuk apa?” tanyaku pada Profesor  Jhon saat berada di ruangan laboratorium.
“Kamu mau tahu, Joanne? Ini ramuan yang spektakuler. Belum pernah dibuat oleh ilmuwan manapun,” jelasnya dengan bangga dan antusias. Kemudian ia membisikkan sesuatu.
“Wah keren, Prof. Boleh aku coba?” pintaku sambil tertawa lepas.
“Oke, lakukan dengan rapi, ya.” Ia menyarankan.
“Oke, Prof. Thanks.” Aku pergi dari laboratorium menuju rumah seorang menteri.
***
“Paman Ron, sudah sejauh mana perjuanganmu di parlemen?” Aku duduk di dekat lelaki setengah baya yang menjadi menteri ini,  sambil menikmati susu coklat.
“Lumayan berat, Jo. Aku ngeri dengan tindakan teman-temanku di sana.” Ia mengerutkan keningnya. “Tapi, aku tak berdaya. Soalnya mereka suka keroyokan sih.”
“Paman, aku punya sesuatu.” Aku mengeluarkan ramuan dari dalam tas hitam.
“Apa itu?” tanyanya penuh penasaran.
“Dengar baik-baik, Paman.” Aku membisikkan sesuatu ke telinga kanannya.
“Wow, benarkah? Boleh diuji.” Paman Ron tertawa lebar mendengar bisikkanku.
“Jadi target pertamaku siapa, Paman?” Aku sudah tak sabar ingin melihat hasil kerja ramuan ini.
“Tunggu sebentar.” Lelaki berambut hitam bergelombang tersebut  diam sejenak. Sepertinya ia mulai berpikir.
Beberapa menit kemudian, Paman Ron tersenyum. Sepertinya ia telah menemukan sesuatu di benaknya.
“Dapat ide?” tanyaku sudah tak sabar.
“Tenang, Jo. Tentu saja aku dapat.” Kemudian ia menjelaskan idenya dengar rinci.
“Wah, top nih idemu. Oke, besok aku tunggu langkah selanjutnya.” Aku sangat gembira mendengar ide pamanku tersebut.
“Jangan pulang dulu. Sekarang kita matangkan skenario ini, Jo. Kita harus berhasil.” Ia berucap dengan serius dan antusias.
“Oke, Paman.”
***
Sesuai permintaan Paman Ron, aku bergerak menuju sebuah restoran termahal di kota ini. Setelah sampai, motorku diparkirkan, lalu menuju Paman Ron.
“Halo Paman,” sapaku padanya dengan penuh semangat.
“Halo, Jo. 20 menit lagi temanku akan datang. Segera berubah,” perintahnya agar aku segera menjalankan skenario yang telah ia buat.
20 menit telah berlalu. Teman Paman Ron telah datang. Penyamaranku sebagai pelayan restoran ini dimulai. Aku berusaha dengan teliti membubuhkan ramuan bening dan tidak berasa tersebut ke gelas yang akan di minum oleh si menteri bedebah tersebut.
Aku melangkah  dengan santai menuju meja dimana paman dan temannya berada. Setelah dekat, minuman dan makanan diletakkan.
“Wah, aku baru melihat pelayan secantik ini di restoran ini. Kamu pelayan baru?” tanya Rick dengan pandangan bernafsu.
“Betul Tuan. Aku baru di sini. Silahkan dinikmati minumannya.” Aku masih berdiri di sampingnya.
“Minuman ini buatanmu?” tanyanya lagi sambil menggenggam gelas berisi ramuan tersebut.
“Tentu Tuan. Aku kan ahli dalam membuat minuman enak,” jelasku dengan senyuman menawan.
Lelaki jahat tersebut langsung meminum minuman yang berisi ramuan aneh tersebut.
“Permisi Tuan, aku mau kerja lagi,” ucapku berbohong, padahal sebenarnya mau pulang.
“Silahkan Nona manis,” serunya dengan ceria.
***
“Joanne, kapan ramuan tersebut akan menampakkan hasilnya?” tanya Paman Ron, seperti sedikit ragu.
“Saat dia tidur, ramuan itu akan segera bereaksi,” jelasku sesuai penjelasan yang diberikan Profesor Jhon.
“Kenapa harus lagi tidur?” sambungnya kembali dengan dahi berkerut.
“Aku tidak tahu. Hanya Profesor Jhon saja yang tahu. Ia belum bersedia memberi penjelasan.”
“Oke, Jo. Aku pergi dulu. Semoga kerja kita memberikan hasil,” harap Paman Ron sambil bangkit dari duduknya. “Selamat sore Jo. Bye.”
***
Sore itu aku sedang bersantai di kamar yang ada di lantai dua. Tiba-tiba saja ponsel berdering. Kusentuh tombol jawab.
“Hallo, Jo. Bisa ke sini?” tanya Paman Ron dari kejauhan.
“Paman di mana sekarang,” sahutku dengan keras.
“Hutan, pinus. Sepertinya si Rick sudah kabur dari rumahnya. Aku menduga kuat, dia kabur ke hutan ini,” jelasnya dengan senang.
“Memangnya Paman sudah mengecek ke rumahnya?” lanjutku penuh selidik.
“Sudah, Jo. Tadi aku ke rumahnya. Kata istrinya, si Rick hilang saat ia terbangun. Saat masuk ke dapur ia melihat monyet besar yang tidak diketahui  datangnya dari mana.” Paman Ron kembali menjelaskan.
“Aku yakin, kita berhasil, Paman,” ungkapku penuh keyakinan.
“Tapi istrinya menduga, si Rick dimakan oleh monyet besar tersebut,” sahutnya lagi.
“Bagus, ia terjebak pikirannya sendiri.” Aku tertawa lepas mendengarnya.
“Segera kesini, Jo. Kalau perlu, ajak Profesor Jhon.”
“Oke, Paman.”
***




Minggu, 16 Agustus 2015

Mengubah kekalahan jadi kemenangan (02-04-15)


Hambatan mencapai tujuan:
1. Berpikir kalah/negatif. Ini benar-benar sulit. Ini susah sekali. Aku tak punya jalan untuk menyelesaikannya. Tak ada cara termudah untuk membereskannya. Contoh lain: Menulis novel bagus itu sangat sulit. Aku malas mengerjakannya. Jika kita ingin menang, pikiran negatif, pikiran gagal, pikiran kalah harus disingkirkan SAAT INI JUGA!

2. Tak mau keluar dari zona aman. Inilah masalah kita yang membuat jiwa malas melangkah. Penyakit jaminan ini akan membekukan pikiran dan kreativitas kita. Contoh: Lha penghasilan kita kan udah cukup buat makan sehari-hari. Ngapaian lagi cape-cape cari kerjaan. Cari kerja itu kan sulitnya minta amplop. Gambarkan kembali impian-impian kita dengan jelas dan terang, lalu mulai lagi melangkah untuk mewujudkannya.
 Jangan menunggu segalanya sempurna. Jika menunggu keadaan sesuai harapan, maka kita tak akan pernah melangkah!
Jangan juga banyak berandai-andai. Contoh: Seandainya kita punya motor,  pc tablet,  printer mahal, rumah mewah, penghasilan cukup, perusahaan. Mulailah melangkah dengan apa yang kita miliki saat ini. Mulailah bertindak saat ini juga. Bukan nanti sore atau besok.

3. Tak percaya diri. Misal, aku tak mampu mengerjakannya. Jujur aja, aku nggak bisa nulis euy. Wah mana bisa aku masang jaringan komputer. Mimpi kali.
Ingatlah, tak ada skill instan yang bisa dikuasai dalam sekejap mata. Semua skill harus dipelajari dan dilatih dengan tekun dan disiplin.
Mari melangkah