Ssssssst, jangan brisik!
“Prof, ini ramuan untuk apa?” tanyaku pada
Profesor Jhon saat berada di ruangan
laboratorium.
“Kamu mau tahu, Joanne? Ini ramuan yang
spektakuler. Belum pernah dibuat oleh ilmuwan manapun,” jelasnya dengan bangga
dan antusias. Kemudian ia membisikkan sesuatu.
“Wah keren, Prof. Boleh aku coba?” pintaku
sambil tertawa lepas.
“Oke, lakukan dengan rapi, ya.” Ia
menyarankan.
“Oke, Prof. Thanks.” Aku pergi dari
laboratorium menuju rumah seorang menteri.
***
“Paman Ron, sudah sejauh mana perjuanganmu di
parlemen?” Aku duduk di dekat lelaki setengah baya yang menjadi menteri
ini, sambil menikmati susu coklat.
“Lumayan berat, Jo. Aku ngeri dengan tindakan
teman-temanku di sana.” Ia mengerutkan keningnya. “Tapi, aku tak berdaya.
Soalnya mereka suka keroyokan sih.”
“Paman, aku punya sesuatu.” Aku mengeluarkan
ramuan dari dalam tas hitam.
“Apa itu?” tanyanya penuh penasaran.
“Dengar baik-baik, Paman.” Aku membisikkan
sesuatu ke telinga kanannya.
“Wow, benarkah? Boleh diuji.” Paman Ron tertawa
lebar mendengar bisikkanku.
“Jadi target pertamaku siapa, Paman?” Aku
sudah tak sabar ingin melihat hasil kerja ramuan ini.
“Tunggu sebentar.” Lelaki berambut hitam
bergelombang tersebut diam sejenak.
Sepertinya ia mulai berpikir.
Beberapa menit kemudian, Paman Ron tersenyum.
Sepertinya ia telah menemukan sesuatu di benaknya.
“Dapat ide?” tanyaku sudah tak sabar.
“Tenang, Jo. Tentu saja aku dapat.” Kemudian
ia menjelaskan idenya dengar rinci.
“Wah, top nih idemu. Oke, besok aku tunggu
langkah selanjutnya.” Aku sangat gembira mendengar ide pamanku tersebut.
“Jangan pulang dulu. Sekarang kita matangkan
skenario ini, Jo. Kita harus berhasil.” Ia berucap dengan serius dan antusias.
“Oke, Paman.”
***
Sesuai permintaan Paman Ron, aku bergerak
menuju sebuah restoran termahal di kota ini. Setelah sampai, motorku
diparkirkan, lalu menuju Paman Ron.
“Halo Paman,” sapaku padanya dengan penuh
semangat.
“Halo, Jo. 20 menit lagi temanku akan datang.
Segera berubah,” perintahnya agar aku segera menjalankan skenario yang telah ia
buat.
20 menit telah berlalu. Teman Paman Ron telah
datang. Penyamaranku sebagai pelayan restoran ini dimulai. Aku berusaha dengan
teliti membubuhkan ramuan bening dan tidak berasa tersebut ke gelas yang akan
di minum oleh si menteri bedebah tersebut.
Aku melangkah
dengan santai menuju meja dimana paman dan temannya berada. Setelah
dekat, minuman dan makanan diletakkan.
“Wah, aku baru melihat pelayan secantik ini di
restoran ini. Kamu pelayan baru?” tanya Rick dengan pandangan bernafsu.
“Betul Tuan. Aku baru di sini. Silahkan
dinikmati minumannya.” Aku masih berdiri di sampingnya.
“Minuman ini buatanmu?” tanyanya lagi sambil
menggenggam gelas berisi ramuan tersebut.
“Tentu Tuan. Aku kan ahli dalam membuat
minuman enak,” jelasku dengan senyuman menawan.
Lelaki jahat tersebut langsung meminum minuman
yang berisi ramuan aneh tersebut.
“Permisi Tuan, aku mau kerja lagi,” ucapku berbohong,
padahal sebenarnya mau pulang.
“Silahkan Nona manis,” serunya dengan ceria.
***
“Joanne, kapan ramuan tersebut akan
menampakkan hasilnya?” tanya Paman Ron, seperti sedikit ragu.
“Saat dia tidur, ramuan itu akan segera
bereaksi,” jelasku sesuai penjelasan yang diberikan Profesor Jhon.
“Kenapa harus lagi tidur?” sambungnya kembali
dengan dahi berkerut.
“Aku tidak tahu. Hanya Profesor Jhon saja yang
tahu. Ia belum bersedia memberi penjelasan.”
“Oke, Jo. Aku pergi dulu. Semoga kerja kita
memberikan hasil,” harap Paman Ron sambil bangkit dari duduknya. “Selamat sore
Jo. Bye.”
***
Sore itu aku sedang bersantai di kamar yang ada
di lantai dua. Tiba-tiba saja ponsel berdering. Kusentuh tombol jawab.
“Hallo, Jo. Bisa ke sini?” tanya Paman Ron
dari kejauhan.
“Paman di mana sekarang,” sahutku dengan
keras.
“Hutan, pinus. Sepertinya si Rick sudah kabur
dari rumahnya. Aku menduga kuat, dia kabur ke hutan ini,” jelasnya dengan
senang.
“Memangnya Paman sudah mengecek ke rumahnya?”
lanjutku penuh selidik.
“Sudah, Jo. Tadi aku ke rumahnya. Kata
istrinya, si Rick hilang saat ia terbangun. Saat masuk ke dapur ia melihat
monyet besar yang tidak diketahui
datangnya dari mana.” Paman Ron kembali menjelaskan.
“Aku yakin, kita berhasil, Paman,” ungkapku
penuh keyakinan.
“Tapi istrinya menduga, si Rick dimakan oleh
monyet besar tersebut,” sahutnya lagi.
“Bagus, ia terjebak pikirannya sendiri.” Aku tertawa
lepas mendengarnya.
“Segera kesini, Jo. Kalau perlu, ajak Profesor
Jhon.”
“Oke, Paman.”
***